Kampanye Monoton Dan Calon Tunggal Prematur

Hore Pilkada lagi, colok-colokan lagi, demokrasi memang harus begini, memberi ruang kepada rakyat untuk memilih pemimpinya sesuai dengan hati nurani tanpa ada tedeng aling-aling. Perpu pilkada langsung sudah disetujui DPR dengan beberapa koreksi. Kandidat bakal calon kepala daerah pun mulai berseliweran di media massa, baliho, spanduk. Tim pemenangan pun dibentuk. Visi dan misi dikemas sedemikian rupa dalam sebuah fotograp dan selebaran, berterbangan memenuhi atap reot rumah penduduk, menyesaki ruang tamu jelata yang memang berukuran tak seberapa.

Persaingan untuk mendapatkan perahu, tunggangan, penggusung apapun istilahnya yang penting tujuan lancar dan aman. Bak gayung bersambut, semua parpol membuka pendaftaran bakal calon, membuka pendaftaran untuk dipinang si calon kepala daerah dengan visi keadilan tapi nyatanya lebih pantas disebut lelaki hidung belang. Berbagai tahapan pun dilalui mulai dari pemberkasan, pemaparan visi dan misi, uji kelayakan dan kepatutan hingga pada titik klimaks “Wani piro”,, sstt wani piro ini cuman desas-desus, kabar angin, dongeng bukan kenyataan tapi wajib dibayarkan.

Jangan coba mengkonfirmasi ke parpol sebab jawaban parpol selalu sama dan retorika bahwa berita itu bohong, kami para parpol akuntabilitan, transfaran buktinya puluhan tahun kami berdiri nyaris tak membuat perubahan, bahkan banyak aktifis mengatakan kami beban, sebab tiap bulan dapat bantuan dari Ibu Pertiwi. Tapi mohon jangan didengarkan, sebab itu cuma tingkah laku oknum partai, meskipun kami tak tahu lagi yang mana oknum yang mana bukan, sebab hal itu adalah sebuah kesepakatan.

Dongkrak popularitas dan elektabilitas dengan survey bualan adalah strategi terpenting selain mendapatkan perahu partai, puluhan mass media siap membackup, mulai media online, offline, sampai media siluman sekelas ‘OM’, obor melarat eh (obor rakyat), KB (Kabar Burung) atau SH (Suara Hantu). Modusnya kirim KTP dapat hadiah panci, KTP yang didapat, diklaim sebagai KTP dukungan, lagu lama monoton tapi efektif menurut para calon yang otaknya sedangkal selokan.

Urusan visi dan misi itu paling gampang tinggal order kepercetakan, atau ke warnet, yang penting etika, aturan dan norma dalam visi misi harus terjaga. Sudah menjadi kesepakatan bakal calon sealam gaib bahwa visi dan misi harus mentereng, bisa membius, menjual mimpi, membuat rakyat terbuai dan yang paling penting sampai tertetes air liur rakyat. Visi misi paling top adalah calon yang majupun tertipu dan lupa kalau sang calon sedang berbohong, visi dan misi seperti ini harganya ratusan juta bahkan miliaran.

Seiring dengan pertumbuhan birahi berkuasa yang teramat pesat, ketika republik memberikan ruang untuk calon tunggal. Calon tunggal pun diprematurkan. Calon tunggal sebenarnya sah-sah saja bila memang dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, dimana rakyat secara utuh dan bulat memilih salah seorang warganya untuk didaulat sebagai pemimpin, namun kenyataan hari ini, apakah benar rakyat benar-benar menghendakinya, apakah benar tak ada calon lain yang pantas dan mendapatkan dukungan rakyat. Nah bila calon tunggal pemborong partai dikeroyok oleh calon independent, tentu menimbulkan tanda tanya besar.

Calon tunggal adalah calon yang mampu “Wani Piro (red baca defenisi Wani Piro di atas)” dengan seluruh partai. Makin buas, makin beringas itulah ungkapan yang paling pas bagi upaya pembunuhan demokrasi saat ini, memang negara memberi ruang kepada calon independent, namun syaratnya hampir mustahil dipenuhi oleh para calon kecuali calon yang benar-benar punya modal sosial kuat, seperti Risma, Ahok dan Ridwan Kamil, yang mampu memenuhi syarat maju sebagai calon perseorangan dengan murni dan benar.

Pada dekate politik saat ini, calon tunggal prematur lebih pas dimaknai sebagai upaya pemilihan langsung oleh DPR, namun sedikit di down grade. Pada hakikatnya calon tunggal adalah upaya mendapatkan suara partai secara keseluruhan, bila seluruh partai atau sisakan partai yang tidak mencukupi untuk mencalonkan kandidat sudah merestui, maka kursi kekuasan sesungguhnya sudah digengaman. Titik down gradenya adalah ada tahapan melawan tabung kosong atau calon independent. Berbeda dengan pemilihan langsung oleh DPR, yang bisa langsung menikmati kue kemenangan. (Penulis Adalah Rakyat Dan Ketua Ormas Abal-Abal)

 

Rekomendasi
Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

You cannot copy content of this page